Kenapa Harta Pusaka Atau Harto Pusako di Turunkan Kepada Anak Perempuan Menurut Adat MinangKabau
Adat dan budaya minangkabau yang sering dituding orang sangat bertentangan dengan agama Islam,yaitu mengenai hukum waris,kadang2 orang hanya bisa mencela tanpa mencari kebenaran,bagi saya ADAIK BASANDI SYARA',SYARA' BASANDI KITABULLAH (ABS SBK) yang menjadi filosofi suku Minangkabau sudah sangat tepat untuk menjadi sandaran hidup bagi masyarakat Minangkabau
Tungku Tigo Sajarangan merupakan lambang kepemimpinan di Minangkabau,Ninik Mamak adalah pemimpin adat (fungsional adat) di Minangkabau.Kepemimpinan ninikmamak, merupakan kepemimpinan tradisional, sesuai pola yang telah digariskan adat secara berkesinambungan, dengan arti kata “patah tumbuah hilang baganti”
dalam kaum masing-masing, dalam suku dan nagari,begitu juga dengan para ulama yang sudah sangat terkenal dengan ilmu agamanya,dan para cendikiawan Minangkabau yang memang adalah orang2 pandai dalam ilmu dunianya,mereka tentu sudah mengulas dan mengupasnya dalam2,sehingga tentang pembagian Harta warisan ini dimasukan dalam adat dan budaya Minangkabau yang Adaik Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah,dan bisa bertahan sampai kini,adat nan ndak lakang dek paneh ndak lapuak dek hujan.
Lalu apa yang menjadi titik permasalahan dalam pembagian harta warisan ini?
Harta Warisan dalam Minangkabau terbagi 2 yaitu :
Harato Pusako Tinggi ini dimiliki oleh keluarga dari pihak ibu,Harta ini merupakan harta milik kaumnya yang diberikan hak pengelolaannya atau hak pakai kepada kaum perempuan,namun ini hanya berhak sebatas mengelola atau memanfaatkan selama dia hidup, bukan untuk memiliki,.HPT diberikan kepada kaum perempuan berdasarkan kekerabatan,namun demikian itupun masih dalam pengawasan dan diatur oleh mamak atau pemuka adat,namun begitu dalam keadaan terpaksa Harta pusaka tinggi bisa dijual atau digadaikan oleh sebab yg 3,mayat terbujur di tengah rumah gadang,anak gadis mau menikah tidak ada biaya,rumah gadang katirisan atau rusak.
Harta ini adalah harta yang diwarisi secara turun temurun dari beberapa generasi menurut garis keturunan ibu. Anggota kaum laki-lakipun bisa memanfaatkannya tanpa memilikinya.Harta ini tidak boleh dibagi atau dijual, hanya boleh dimanfaatkan secara bersama,
Apa alasan HPT tidak masuk dalam hak waris dan tidak bisa dibagikan kepada anak keturunannya?
Mari kita uji berkenaan dg HARATO PUSAKO TINNGGI, seperti apa telah saya sampaikan tadi,HPT adalah harta yg diwariskan secara turun temurun. Luas dan batasnyapun sudah jelas dan di ketahui oleh datuk/ penghulu.
Apa saja harta pusako tinggi itu?
Kenapa tdk dibagi berdasarkan syari’at islam (hukum faraidh)?
Siapa pemiliknya awalnya?
Biasanya HPT itu berupa lahan garapan dalam bentuk sawah atau ladang dan tanah pekarangan,dan ada juga berupa benda( senjata keris pedang dll).
Orang yg menggarap (yg meng-ulayat tanah pertama) inilah yg tidak kita ketahui siapa orangnya, yang kita ketahui adalah orang tua kita yg mengelolanya sekarang. Ketika kita tanyakan pada ibu bahkan pada nenek beliau tidak tau,yang mereka tau bahwa tanah itu sudah dia dapatkan dalam pengelolaan ibunya,neneknya atau saudari2 ibunya.
Inilah pusako tinggi yg diwariskan secara hukum adat di Minangkabau.
Apakah boleh ayah kita menguasainya? Secara hukum adat tentu tidak, apalagi secara hukum syari’at islam. Karena bukan beliaulah pemiliknya (penggarap/ yang meng-ulayatnya). Itulah sebabnya orang tua kita (ayah) tdk bisa mewariskannya kepada anak2nya,baik laki2 maupun perempuan secara hukum islam(karena ayah kita bukan pemiliknya).
Dia akan terwariskan dg sendirinya secara hukum adat. Penguasaannya pada mamak, sementara pengelolaannya pada kemenakan, khususnya perempuan (biasanya dikelola secara bergiliran),dalam pengawasan mamak,karna itulah aturan dalam HPT ini tidak berubah dan pada saat islam masuk dalam aturan Adaik Basandi Syara',Syara' Basandi Kitabullah dia tidak masuk dalam hukum Faraidh.
Kemudian saya coba menghubungkannya dengan agama yang saya anut,seperti halnya matrilinial,bahwa dalam islam perempuan sangatlah dimuliakan harkat dan martabatnya oleh adat dan agamnya,seorang laki-laki memiliki tanggung jawab terhadap 4 wanita yaitu ibunya, istri, anak perempuan dan saudara perempuan (kakak atau adik perempuan kandung). Laki-laki berkewajiban untuk menjaga, merawat, membimbing, mendidik, menasehati dan mengingatkan wanita-wanita yang menjadi tanggung jawabnya sampai ke akhirat kelak.
Lalu apa hubungannya dengan HPT untuk perempuan?ini sangatlah erat,laki2 adalah makhluk yang kuat,mereka bisa hidup dengan bebas dimana saja,dalam hal ini saya juga sangat memuji tata cara adat basurau/kasurau,dimana laki2 di Minangkabau ketika usia baliq lebih banyak tidur di surau,itulah kenapa laki2 Minang sangat perkasa,mereka bisa hidup dan sukses di belahan dunia manapun (dima bumi dipijak,disitu langik dijunjung),sangat berbeda dengan perempuan,perempuan diibaratkan sebagai makhluk yang lebih lemah dari laki2,mereka harus dijaga dan dilindungi ,perempuan Minangkabau harus hidup dalam aturan adat dan tradisi yang sangat ketat,mereka tidak bisa bebas hidup seperti seperti laki2,wanita harus hidup dalam batasannya sebagai seorang calon ibu atau Bundo kanduang,sesuai dengan ajaran Islam.
Akhirnya saya mengerti,hak yang diberikan kepada kaum perempuan adalah karena rasa tanggung jawab itu,HPT itulah yang akan melindungi kaum perempuan dari kesulitan hidup.Seperti kita lihat,bagaimana wanita Minangkabau lebih terjaga dan terlindungi,wanita minangkabau lebih mandiri dan kreatif dari wanita manapun,jarang sekali kita melihat wanita Minangkabau yang teraniaya karna keadaan ekonominya,sehingga mereka terpaksa harus menjadi TKW atau menjadi PSK,semiskin2nya urang Minangkabau mereka tidak akan pernah tidur dijalanan,karena mereka memiliki HPT yang bisa menghidupi mereka ketika kehidupan di luar sudah tidak lagi sanggup menopangnya.
Lalu bagaimana dengan hak waris dalam Islam ?
Saya bangga menjadi anak minangkabau.Kadang2 terpikir oleh saya,benarkah adat yang lebih dulu ada dari Islam?atau Islam yang lebih dulu dari adat di Minangkabau? karna segala keunikannya yang tampak dari luar ternyata mengandung makna yang sangat dalam apabila dikaji dalam segi agama,saya coba mencari apa yang ada dibalik Harta Pusaka yang kedua.Mari kita coba menelusurinya.
Harato Pusako Randah adalah harta yang didapat dari mata pencarian orang tuanya/ayahnya atau ibunya.Harta ini merupakan peninggalan atau warisan yang didapat dari pencarian ayahnya,harta inilah yang dibagi menurut hukum Islam/Faradh.Didalam hukum Faradh anak laki2 mendapat bagian 2x lebih banyak dari anak perempuan.Kenapa?apakah ini adil? tentu saja tidak,kalau mereka punya hak dan kewajiban yang sama,namun dalam Islam laki2 dan perempuan mempunyai hak dan tanggung jawab yang berbeda.
Dalam kehidupan masyarakat muslim, laki-laki menjadi penanggung jawab
nafkah untuk keluarganya, berbeda dengan perempuan.
Apabila perempuan tersebut berstatus gadis/masih belum menikah, maka ia menjadi tanggung jawab orang tua ataupun walinya ataupun saudara laki-lakinya.Sedangkan setelah seorang perempuan menikah, maka ia berpindah akan menjadi tangguag jawab suaminya (laki-laki).Syari'at Islam tidak mewajibkan perempuan untuk
menafkahkan hartanya bagi kepentingan dirinya ataupun kebutuhan anak-anaknya, meskipun ia tergolong mampu, sebab memberi nafkah (tempat tinggal, makanan dan pakaian) keluarga merupakan kewajiban yang dibebankan agama kepada suami .Setelah ia menikah,laki2 juga masih harus bertanggung jawab terhadap ibu dan saudara perempuannya.
Jadi apa yang diperoleh oleh perempuan dalam hal ini menjadi sebanding,secara finansial dia tidak dibebankan apa2 dalam hidupnya..Dalam hal ini sempat terpikir oleh saya,pada akhirnya semua yang didapat perempuan dalam hak warisnya adalah untuk perlindungan pada dirinya sendiri,bukankah ini tidak jauh berbeda dengan pembagian HPT dalam adat di Minangkabau?
namun dengan tata cara yang berbeda.Untuk masalah ini status dan keberadaan harta pusako tinggi di Minangkabau sudah dikaji mendalam dalam seminar adat di Batusangkar pada tahun 1968 yang dihadiri oleh pakar-pakar hukum dan ulama, antara lain Buya Hamka dan Prof. Mister Hazairin.Dari seminar tersebut disepakati bahwa harta pusako tinggi hukumnya halal dan harta pusako tinggi dianggap sebagai harta musabalah dan bukan harta subhat.
Musabalah artinya harta sabil yaitu harta yang kepemilikannya secara kolektif yang diminangkabau menjadi milik kaum.
Buya Hamka melihat harta pusaka dalam bentuk yang sudah terpisah dari harta pencarian. Beliau berpendapat bahwa harta pusaka itu sama keadaannya dengan harta wakaf atau harta musabalah yang pernah diperlakukan oleh Umar bin Kattab atas harta yang didapatnya di Khaybar yang telah dibekukan tasarrufnya dan hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan umum.
Penyamaan harta pusaka dengan harta wakaf tersebut walaupun masih ada perbedaannya, adalah untuk menyatakan bahwa harta tersebut tidak dapat diwariskan. Karena tidak dapat diwariskan, maka terhindarlah harta tersebut dari kelompok harta yang harus diwariskan menurut hukum Faraid; artinya tidak salah kalau padanya tidak berlaku hukum Faraid. Pendapat beliau ini di ikuti oleh ulama lain di antaranya Syekh Sulaiman ar Rasuli. (DR Amir Syarifuddin Pelaksanaan Hukum Pewarisan Islam Dalam Adat Minangkabau 278)
Kemudian Buya Hamka berpendapat tentang harta pusaka sebagai berikut :
Yang pertama "Bahwa Islam masuk ke Minangkabau tidak mengganggu susunan adat Minangkabau dengan pusaka tinggi.
Begitu hebat perperangan Paderi, hendak merubah tata cara adat jahiliyah di Minangkabau, namun Haji Miskin, Haji A. Rachman Piobang, Tuanku Lintau, tidaklah menyinggung atau ingin merombak susunan harta pusaka tinggi itu.
Yang kedua : Ayah Buya hamka DR. Syekh Abdulkarim Amrullah Berfatwa bahwa harta pusaka tinggi adalah sebagai waqaf juga, atau sebagai harta musaballah yang pernah dilakukan Umar bin Khatab pada hartanya sendiri di Khaibar, boleh diambil isinya tetapi tidak boleh di Tasharruf kan tanahnya. Beliau mengemukan kaidah usul yang terkenal yaitu; Al Adatu Muhak Kamatu, wal 'Urfu Qa-Dhin Artinya Adat adalah diperkokok, dan Uruf (tradisi) adalah berlaku". (IDAM hlm 103)
Yang ke tiga : Satu hal yang tidak disinggung-singgung, sebab telah begitu keadaan yang telah didapati sejak semula, yaitu harta pusaka yang turun menurut jalan keibuan. Adat dan Syarak di Minangkabau bukanlah seperti air dengan minyak, melainkan berpadu satu, sebagai air dengan minyak dalam susu. Sebab Islam bukanlah tempel-tempelan dalam adat Minangkabau, tetapi satu susunan Islam yang dibuat menurut pandangan hidup orang Minangkabau.
Yang ke empat : "Pusaka Tinggi" inilah dijual tidak dimakan bali di gadai tidak dimakan sando (sandra). "Inilah Tiang Agung Minangkabau" selama ini. Jarang kejadian pusako tinggi menjadi pusako rendah, entah kalau adat tidak berdiri lagi pada suku yang menguasainya (Hamka, dalam Naim, 1968:29).
Mari kita simak betul pendapat para ahli agama ini,bukankah agama menyuruh kita untuk merujuk kepada ulama ketika perdebatan itu tidak bisa diselesaikan dengan musyawarah.Ijma ulama merupakan salah satu sandaran hukum dalam islam sesudah Alqur'an dan Hadist.
Apa yang saya paparkan diatas ini sangatlah sering diperdebatkan,terutama oleh kalangan muda di Minangkabau,mereka melihat semua itu dari sisi luarnya saja,padahal kulit tanpa isi tak ada artinya,ayolah kita mulai belajar dan memahami lebih dulu adat dan budaya kita sebelum kita berpendapat
Jadi kesimpulan saya kepemilikan dari HARATO PUSAKO TINGGI adalah berada pada pemilik awal dan keberadaan HPT hanyalah sebagai amanah bagi anak kemenakan di ranah minang,dan hanya hak pakai dan bukan hak milik. karena itu statusnya tidak boleh diganggu gugat lagi karena sudah menjadi keputusan masyarakat minangkabau. Wallahualam...
Editor : Admin Kumparan Minang
Sumber : Herlina Hasan Basri
dalam kaum masing-masing, dalam suku dan nagari,begitu juga dengan para ulama yang sudah sangat terkenal dengan ilmu agamanya,dan para cendikiawan Minangkabau yang memang adalah orang2 pandai dalam ilmu dunianya,mereka tentu sudah mengulas dan mengupasnya dalam2,sehingga tentang pembagian Harta warisan ini dimasukan dalam adat dan budaya Minangkabau yang Adaik Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah,dan bisa bertahan sampai kini,adat nan ndak lakang dek paneh ndak lapuak dek hujan.
Lalu apa yang menjadi titik permasalahan dalam pembagian harta warisan ini?
Harta Warisan dalam Minangkabau terbagi 2 yaitu :
- HARATO PUSAKO TINGGI
Harato Pusako Tinggi ini dimiliki oleh keluarga dari pihak ibu,Harta ini merupakan harta milik kaumnya yang diberikan hak pengelolaannya atau hak pakai kepada kaum perempuan,namun ini hanya berhak sebatas mengelola atau memanfaatkan selama dia hidup, bukan untuk memiliki,.HPT diberikan kepada kaum perempuan berdasarkan kekerabatan,namun demikian itupun masih dalam pengawasan dan diatur oleh mamak atau pemuka adat,namun begitu dalam keadaan terpaksa Harta pusaka tinggi bisa dijual atau digadaikan oleh sebab yg 3,mayat terbujur di tengah rumah gadang,anak gadis mau menikah tidak ada biaya,rumah gadang katirisan atau rusak.
Harta ini adalah harta yang diwarisi secara turun temurun dari beberapa generasi menurut garis keturunan ibu. Anggota kaum laki-lakipun bisa memanfaatkannya tanpa memilikinya.Harta ini tidak boleh dibagi atau dijual, hanya boleh dimanfaatkan secara bersama,
Apa alasan HPT tidak masuk dalam hak waris dan tidak bisa dibagikan kepada anak keturunannya?
Mari kita uji berkenaan dg HARATO PUSAKO TINNGGI, seperti apa telah saya sampaikan tadi,HPT adalah harta yg diwariskan secara turun temurun. Luas dan batasnyapun sudah jelas dan di ketahui oleh datuk/ penghulu.
Apa saja harta pusako tinggi itu?
Kenapa tdk dibagi berdasarkan syari’at islam (hukum faraidh)?
Siapa pemiliknya awalnya?
Biasanya HPT itu berupa lahan garapan dalam bentuk sawah atau ladang dan tanah pekarangan,dan ada juga berupa benda( senjata keris pedang dll).
Orang yg menggarap (yg meng-ulayat tanah pertama) inilah yg tidak kita ketahui siapa orangnya, yang kita ketahui adalah orang tua kita yg mengelolanya sekarang. Ketika kita tanyakan pada ibu bahkan pada nenek beliau tidak tau,yang mereka tau bahwa tanah itu sudah dia dapatkan dalam pengelolaan ibunya,neneknya atau saudari2 ibunya.
Inilah pusako tinggi yg diwariskan secara hukum adat di Minangkabau.
Apakah boleh ayah kita menguasainya? Secara hukum adat tentu tidak, apalagi secara hukum syari’at islam. Karena bukan beliaulah pemiliknya (penggarap/ yang meng-ulayatnya). Itulah sebabnya orang tua kita (ayah) tdk bisa mewariskannya kepada anak2nya,baik laki2 maupun perempuan secara hukum islam(karena ayah kita bukan pemiliknya).
Dia akan terwariskan dg sendirinya secara hukum adat. Penguasaannya pada mamak, sementara pengelolaannya pada kemenakan, khususnya perempuan (biasanya dikelola secara bergiliran),dalam pengawasan mamak,karna itulah aturan dalam HPT ini tidak berubah dan pada saat islam masuk dalam aturan Adaik Basandi Syara',Syara' Basandi Kitabullah dia tidak masuk dalam hukum Faraidh.
Kemudian saya coba menghubungkannya dengan agama yang saya anut,seperti halnya matrilinial,bahwa dalam islam perempuan sangatlah dimuliakan harkat dan martabatnya oleh adat dan agamnya,seorang laki-laki memiliki tanggung jawab terhadap 4 wanita yaitu ibunya, istri, anak perempuan dan saudara perempuan (kakak atau adik perempuan kandung). Laki-laki berkewajiban untuk menjaga, merawat, membimbing, mendidik, menasehati dan mengingatkan wanita-wanita yang menjadi tanggung jawabnya sampai ke akhirat kelak.
Lalu apa hubungannya dengan HPT untuk perempuan?ini sangatlah erat,laki2 adalah makhluk yang kuat,mereka bisa hidup dengan bebas dimana saja,dalam hal ini saya juga sangat memuji tata cara adat basurau/kasurau,dimana laki2 di Minangkabau ketika usia baliq lebih banyak tidur di surau,itulah kenapa laki2 Minang sangat perkasa,mereka bisa hidup dan sukses di belahan dunia manapun (dima bumi dipijak,disitu langik dijunjung),sangat berbeda dengan perempuan,perempuan diibaratkan sebagai makhluk yang lebih lemah dari laki2,mereka harus dijaga dan dilindungi ,perempuan Minangkabau harus hidup dalam aturan adat dan tradisi yang sangat ketat,mereka tidak bisa bebas hidup seperti seperti laki2,wanita harus hidup dalam batasannya sebagai seorang calon ibu atau Bundo kanduang,sesuai dengan ajaran Islam.
Akhirnya saya mengerti,hak yang diberikan kepada kaum perempuan adalah karena rasa tanggung jawab itu,HPT itulah yang akan melindungi kaum perempuan dari kesulitan hidup.Seperti kita lihat,bagaimana wanita Minangkabau lebih terjaga dan terlindungi,wanita minangkabau lebih mandiri dan kreatif dari wanita manapun,jarang sekali kita melihat wanita Minangkabau yang teraniaya karna keadaan ekonominya,sehingga mereka terpaksa harus menjadi TKW atau menjadi PSK,semiskin2nya urang Minangkabau mereka tidak akan pernah tidur dijalanan,karena mereka memiliki HPT yang bisa menghidupi mereka ketika kehidupan di luar sudah tidak lagi sanggup menopangnya.
Lalu bagaimana dengan hak waris dalam Islam ?
Saya bangga menjadi anak minangkabau.Kadang2 terpikir oleh saya,benarkah adat yang lebih dulu ada dari Islam?atau Islam yang lebih dulu dari adat di Minangkabau? karna segala keunikannya yang tampak dari luar ternyata mengandung makna yang sangat dalam apabila dikaji dalam segi agama,saya coba mencari apa yang ada dibalik Harta Pusaka yang kedua.Mari kita coba menelusurinya.
- HARATO PUSAKO RANDAH
Harato Pusako Randah adalah harta yang didapat dari mata pencarian orang tuanya/ayahnya atau ibunya.Harta ini merupakan peninggalan atau warisan yang didapat dari pencarian ayahnya,harta inilah yang dibagi menurut hukum Islam/Faradh.Didalam hukum Faradh anak laki2 mendapat bagian 2x lebih banyak dari anak perempuan.Kenapa?apakah ini adil? tentu saja tidak,kalau mereka punya hak dan kewajiban yang sama,namun dalam Islam laki2 dan perempuan mempunyai hak dan tanggung jawab yang berbeda.
Dalam kehidupan masyarakat muslim, laki-laki menjadi penanggung jawab
nafkah untuk keluarganya, berbeda dengan perempuan.
Apabila perempuan tersebut berstatus gadis/masih belum menikah, maka ia menjadi tanggung jawab orang tua ataupun walinya ataupun saudara laki-lakinya.Sedangkan setelah seorang perempuan menikah, maka ia berpindah akan menjadi tangguag jawab suaminya (laki-laki).Syari'at Islam tidak mewajibkan perempuan untuk
menafkahkan hartanya bagi kepentingan dirinya ataupun kebutuhan anak-anaknya, meskipun ia tergolong mampu, sebab memberi nafkah (tempat tinggal, makanan dan pakaian) keluarga merupakan kewajiban yang dibebankan agama kepada suami .Setelah ia menikah,laki2 juga masih harus bertanggung jawab terhadap ibu dan saudara perempuannya.
Jadi apa yang diperoleh oleh perempuan dalam hal ini menjadi sebanding,secara finansial dia tidak dibebankan apa2 dalam hidupnya..Dalam hal ini sempat terpikir oleh saya,pada akhirnya semua yang didapat perempuan dalam hak warisnya adalah untuk perlindungan pada dirinya sendiri,bukankah ini tidak jauh berbeda dengan pembagian HPT dalam adat di Minangkabau?
namun dengan tata cara yang berbeda.Untuk masalah ini status dan keberadaan harta pusako tinggi di Minangkabau sudah dikaji mendalam dalam seminar adat di Batusangkar pada tahun 1968 yang dihadiri oleh pakar-pakar hukum dan ulama, antara lain Buya Hamka dan Prof. Mister Hazairin.Dari seminar tersebut disepakati bahwa harta pusako tinggi hukumnya halal dan harta pusako tinggi dianggap sebagai harta musabalah dan bukan harta subhat.
Musabalah artinya harta sabil yaitu harta yang kepemilikannya secara kolektif yang diminangkabau menjadi milik kaum.
Buya Hamka melihat harta pusaka dalam bentuk yang sudah terpisah dari harta pencarian. Beliau berpendapat bahwa harta pusaka itu sama keadaannya dengan harta wakaf atau harta musabalah yang pernah diperlakukan oleh Umar bin Kattab atas harta yang didapatnya di Khaybar yang telah dibekukan tasarrufnya dan hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan umum.
Penyamaan harta pusaka dengan harta wakaf tersebut walaupun masih ada perbedaannya, adalah untuk menyatakan bahwa harta tersebut tidak dapat diwariskan. Karena tidak dapat diwariskan, maka terhindarlah harta tersebut dari kelompok harta yang harus diwariskan menurut hukum Faraid; artinya tidak salah kalau padanya tidak berlaku hukum Faraid. Pendapat beliau ini di ikuti oleh ulama lain di antaranya Syekh Sulaiman ar Rasuli. (DR Amir Syarifuddin Pelaksanaan Hukum Pewarisan Islam Dalam Adat Minangkabau 278)
Kemudian Buya Hamka berpendapat tentang harta pusaka sebagai berikut :
Yang pertama "Bahwa Islam masuk ke Minangkabau tidak mengganggu susunan adat Minangkabau dengan pusaka tinggi.
Begitu hebat perperangan Paderi, hendak merubah tata cara adat jahiliyah di Minangkabau, namun Haji Miskin, Haji A. Rachman Piobang, Tuanku Lintau, tidaklah menyinggung atau ingin merombak susunan harta pusaka tinggi itu.
Yang kedua : Ayah Buya hamka DR. Syekh Abdulkarim Amrullah Berfatwa bahwa harta pusaka tinggi adalah sebagai waqaf juga, atau sebagai harta musaballah yang pernah dilakukan Umar bin Khatab pada hartanya sendiri di Khaibar, boleh diambil isinya tetapi tidak boleh di Tasharruf kan tanahnya. Beliau mengemukan kaidah usul yang terkenal yaitu; Al Adatu Muhak Kamatu, wal 'Urfu Qa-Dhin Artinya Adat adalah diperkokok, dan Uruf (tradisi) adalah berlaku". (IDAM hlm 103)
Yang ke tiga : Satu hal yang tidak disinggung-singgung, sebab telah begitu keadaan yang telah didapati sejak semula, yaitu harta pusaka yang turun menurut jalan keibuan. Adat dan Syarak di Minangkabau bukanlah seperti air dengan minyak, melainkan berpadu satu, sebagai air dengan minyak dalam susu. Sebab Islam bukanlah tempel-tempelan dalam adat Minangkabau, tetapi satu susunan Islam yang dibuat menurut pandangan hidup orang Minangkabau.
Yang ke empat : "Pusaka Tinggi" inilah dijual tidak dimakan bali di gadai tidak dimakan sando (sandra). "Inilah Tiang Agung Minangkabau" selama ini. Jarang kejadian pusako tinggi menjadi pusako rendah, entah kalau adat tidak berdiri lagi pada suku yang menguasainya (Hamka, dalam Naim, 1968:29).
Mari kita simak betul pendapat para ahli agama ini,bukankah agama menyuruh kita untuk merujuk kepada ulama ketika perdebatan itu tidak bisa diselesaikan dengan musyawarah.Ijma ulama merupakan salah satu sandaran hukum dalam islam sesudah Alqur'an dan Hadist.
Apa yang saya paparkan diatas ini sangatlah sering diperdebatkan,terutama oleh kalangan muda di Minangkabau,mereka melihat semua itu dari sisi luarnya saja,padahal kulit tanpa isi tak ada artinya,ayolah kita mulai belajar dan memahami lebih dulu adat dan budaya kita sebelum kita berpendapat
Jadi kesimpulan saya kepemilikan dari HARATO PUSAKO TINGGI adalah berada pada pemilik awal dan keberadaan HPT hanyalah sebagai amanah bagi anak kemenakan di ranah minang,dan hanya hak pakai dan bukan hak milik. karena itu statusnya tidak boleh diganggu gugat lagi karena sudah menjadi keputusan masyarakat minangkabau. Wallahualam...
Editor : Admin Kumparan Minang
Sumber : Herlina Hasan Basri
0 Response to "Kenapa Harta Pusaka Atau Harto Pusako di Turunkan Kepada Anak Perempuan Menurut Adat MinangKabau"
Post a Comment